Pages

Senin, 22 Juni 2015

PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA GOLONGAN TUA DAN MUDA SEJARAH KEMERDEKAAN BANGSA INDONESIA


Latar Belakang
Menjelang kemerdekaan republik indonesia ada beberapa hal yang terjadi di Indonesia yang mana semua tujuan tersebut untuk proses kemerdekaan bangsa indonesia, seperti perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda. Tujuan dari kedua golongan tersebut tidak lain tidak bukan hanyalah untuk kemerdekaan bangsa indonesai itu sendiri. Yang memisahkan atau menjadi sedikit permasalahan dari kedua golongan tersebut adalah proses atau jalan yang di tempuh seperti‘’golongan tua menghendaki kemerdekaan mutlak dari pengakuan jepang”. Golongan tua tidak mau mengambil resiko apa bila proses kemerdekaan ini berlalu dengan pertumpahan darah yang sangat besar, dan mereka juga ingin menarik simpati dimata dunia internasional bahwa bangsa indonesia bisa menjaga ketertiban dunia dan keamananya.
Sedangkan golongan muda malah sebaliknya mengiginkan kemerdeaan dengan cara apapun yang penting bangsa indonesia bisa merdeka meskipun harus ada pertumpahan darah. Golongan muda tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang kebetulan itu bangsa jepang mengalami kekalahan perang pasifik. Golongan muda juga tahu bahwa belanda akan datang lagi ke indonesia, maka mereka tidak mau merelakan kesempatan itu. Secara jika bangsa indonesia dapat melepaskan diri dari jajahan jepang bangsa belanda tidak berhak menduduki bangsa indonesia karena bangsa belanda telah menyerah kepada bangsa jepang pada tahun 1942.secara mutlak kala itu bangsa jepang lah yang berhak atas bangsa indonesia pada saat itu.
Berita tentang kekalahan Jepang diketahui oleh sebagian golongan muda melalui radio siaran luar negeri. Pada malam harinya, Sultan Syahrir menyampaikan berita itu kepada Moh. Hatta. Syahrir juga menanyakan mengenai kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut. Moh. Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada Gunseikanbu. Setelah yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada sekutu, Moh. Hatta mengambil keputusan untuk segera mengundang anggota PPKI.
Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta( sekarang gedung Fakultas Kedokteran UI, Jakarta ). Rapat dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 1945, pukul 20:30 waktu Jawa. Rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh itu menghasilkan keputusan :“kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan pada orang dan negara lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diadakan perundingan dengan golongan muda agar mereka diikutsertakan dalam pernyataan proklamasi.
Keputusan rapat itu disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul 22:30 waktu Jawa kepada Ir. Soekarno di rumahnya, Jln. Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Kedua utusan itu segera menyampaikan keputusan golongan muda agar Ir. Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana yang disertai ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika Ir. Soekarno tidak menyatakan proklamasi keesokan harinya telah menimbulkan ketegangan. Ketegangan itu juga disaksikan oleh golongan tua lainnya, seperti Drs. Moh Hatta, Dr. Buntaran, Dr Samsi, Mr. Ahmad Subardjo, dan Iwa Kusumasumantri.
Dalam diskusi antara Darwis dan Wikana, Moh. Hatta berkata  “Dan kami pun tak dapat ditarik-tarik atau didesak supaya mesti juga mengumumkan proklamasi itu. Kecuali jika saudara-saudara memang sudah siap dan sanggup memproklamasikan. Cobalah! Saya pun ingin melihat kesanggupan Saudara-saudara!” Utusan itu pun menjawab “Kalau begitu pendirian Saudara-saudara berdua, baiklah! Dan kami para pemuda-pemuda tidak dapat menanggung sesuatu jika besok siang proklamasi belum juga diumumkan. Kami pemuda-pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan yang saudara kehendaki itu!”
Golongan muda yang diwakili oleh Chairul Saleh, Wikana, Sukarni, Hanafi, dll, bertekad untuk dipercepatnya pembacaan Proklamasi oleh Bung Karno.
Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang mendorong mereka melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta .
Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan Lasmidjah Hardi ( 1984:58 ); Ahmad Soebardjo ( 1978:85-87 ) sebagai berikut:
Chaerul Saleh :”Sekarang Bung, sekarang! malam ini juga kita kobarkan revolusi !” (dengan meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang).
Sukarni          : ”Kita harus segera merebut kekuasaan !” (tukas Sukarni berapi-api).
  ”Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !”(seru mereka bersahutan).
(Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan pernyataan)
Wikana           ; ”Jika Bung Karno tidak mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari .”
(Mendengar kata-kata ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil berkata):
” Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !”.
(Hatta kemudian memperingatkan Wikana); “… Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara tidak memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta Soekarno untuk melakukan hal itu ?”
Namun, para pemuda terus mendesak; ” apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah menyerah dan telah takluk dalam ‘Perang Sucinya ‘!”. ” Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang memprokla­masikan kemerdekaannya ? Mengapa bukan kita yang menyata­kan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa ?”.
Dengan lirih, setelah amarahnya reda, Soekarno berkata; “… kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan kepada saya ? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ? Apa tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak ? Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan ? Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di atas kekuatan sendiri “. Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.
Para pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun, tetap pada pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno menjawab bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk berunding. Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama kemudian, Hatta menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda nampak tidak puas. Mereka mengambil kesimpulan yang menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.
Sementara itu Mr. Ahmad Soebardjo, seorang tokoh golongan tua merasa prihatin atas kondisi bangsanya dan terpanggil untuk mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan secepat mungkin. Untuk tercapainya maksud tersebut Soekarno-Hatta harus segera dibawa ke Jakarta. Akhirnya Ahmad Soebardjo, Sudiro dan Yusuf Kunto segera menuju Rengasdengklok. Rombongan tersebut tiba di Rengasdengklok pukul 17.30 WIB. Peranan Ahmad Soebardjo sangat penting dalam peristiwa kembalinya Soekarno-Hatta ke Jakarta, sebab mampu meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan keesokan harinya paling lambat pukul 12.00 WIB, nyawanya sebagai jaminan. Akhirnya Subeno sebagai komandan kompi Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno-Hatta ke Jakarta.
Perbedaan pendapat tersebut sebagai berikut:
       A.    Golongan Muda
1.      Menghendaki Proklamasi Kemerdakaan Indonesia diselenggarakan secepatnya tanggal 16 Agustus 1945
2.      Menghendaki Proklamasi Kemerdekaan Indonesia terlepas dari pengaruh Jepang
3.      Menganggap PPKI  buatan Jepang
4.      Menganggap golongan tua sangat lamban

       B.    Golongan Tua
1.   Menghendaki cepat atau lambat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak penting, tetapi pada dasarnaya Proklamasi harus disiapkan secara matang
2.      Menghendaki Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah
3.      Menghendaki proses Proklamasi Kemerdekaan melalui rapat PPKI
4.      Golongan tua lebih bersikap hati – hati

Dikutip :
http://aminhidayatcenter.blogspot.com/2013/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

Analisi Artikel :
Perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda merupakan perbedaan yang didasarkan atas waktu dan jalur yang ditempuh dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Golongan tua yang seolah-olah dianggap lamban dan terlalu mengikuti instruksi dari Jepang menimbulkan banyak sekali pemikiran menyimpang dari golongan muda, mereka menganggap bahwa Jepang tidak akan memberikan kemerdekaannya begitu saja akan tetapi mereka sedang menunggu sekutu untuk menggantikan perannya memegang kekuasaan di Indonesia. Para pemuda yang dengan semangatnya menggembor-gemborkan proklamasi hanya bisa mendesak Ir.Soekarno tanpa melakukan atau memproklamasikannya sendiri, mereka hanya bisa terus mendesak golongan tua agar proklamasi diumumkan secepatnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar