Latar Belakang
Menjelang kemerdekaan republik indonesia ada beberapa hal yang
terjadi di Indonesia yang mana semua tujuan tersebut untuk proses kemerdekaan bangsa indonesia, seperti perbedaan pendapat antara
golongan tua dan golongan muda. Tujuan dari kedua golongan tersebut tidak lain
tidak bukan hanyalah untuk kemerdekaan bangsa indonesai itu sendiri. Yang
memisahkan atau menjadi sedikit permasalahan dari kedua golongan tersebut
adalah proses atau jalan yang di tempuh seperti‘’golongan tua menghendaki
kemerdekaan mutlak dari pengakuan jepang”. Golongan tua tidak mau
mengambil resiko apa bila proses kemerdekaan ini berlalu dengan pertumpahan
darah yang sangat besar, dan mereka juga ingin menarik simpati dimata dunia
internasional bahwa bangsa indonesia bisa menjaga ketertiban dunia dan keamananya.
Sedangkan golongan muda malah sebaliknya mengiginkan
kemerdeaan dengan cara apapun yang penting bangsa indonesia bisa merdeka
meskipun harus ada pertumpahan darah. Golongan muda tidak mau menyia-nyiakan
kesempatan yang kebetulan itu bangsa jepang mengalami kekalahan perang pasifik.
Golongan muda juga tahu bahwa belanda akan datang lagi ke indonesia, maka
mereka tidak mau merelakan kesempatan itu. Secara jika bangsa indonesia dapat
melepaskan diri dari jajahan jepang bangsa belanda tidak berhak menduduki bangsa
indonesia karena bangsa belanda telah menyerah kepada bangsa jepang pada tahun
1942.secara mutlak kala itu bangsa jepang lah yang berhak atas bangsa indonesia
pada saat itu.
Berita tentang kekalahan Jepang diketahui oleh sebagian golongan
muda melalui radio siaran luar negeri. Pada malam harinya, Sultan Syahrir
menyampaikan berita itu kepada Moh. Hatta. Syahrir juga menanyakan mengenai
kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut. Moh. Hatta berjanji
akan menanyakan hal itu kepada Gunseikanbu. Setelah yakin bahwa Jepang telah
menyerah kepada sekutu, Moh. Hatta mengambil keputusan untuk segera mengundang
anggota PPKI.
Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan
Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta( sekarang gedung
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta ). Rapat dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus
1945, pukul 20:30 waktu Jawa. Rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh itu
menghasilkan keputusan :“kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat
Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan pada orang dan negara lain. Segala
ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan
sebaliknya diadakan perundingan dengan golongan muda agar mereka diikutsertakan
dalam pernyataan proklamasi.
Keputusan rapat itu disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul
22:30 waktu Jawa kepada Ir. Soekarno di rumahnya, Jln. Pegangsaan Timur 56,
Jakarta. Kedua utusan itu segera menyampaikan keputusan golongan muda agar Ir.
Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah
dari Jepang. Tuntutan Wikana yang disertai ancaman bahwa akan terjadi
pertumpahan darah jika Ir. Soekarno tidak menyatakan proklamasi keesokan
harinya telah menimbulkan ketegangan. Ketegangan itu juga disaksikan oleh
golongan tua lainnya, seperti Drs. Moh Hatta, Dr. Buntaran, Dr Samsi, Mr. Ahmad
Subardjo, dan Iwa Kusumasumantri.
Dalam diskusi antara Darwis dan Wikana, Moh. Hatta
berkata “Dan kami pun tak dapat ditarik-tarik atau didesak supaya
mesti juga mengumumkan proklamasi itu. Kecuali jika saudara-saudara memang
sudah siap dan sanggup memproklamasikan. Cobalah! Saya pun ingin melihat
kesanggupan Saudara-saudara!” Utusan itu pun menjawab “Kalau begitu pendirian
Saudara-saudara berdua, baiklah! Dan kami para pemuda-pemuda tidak dapat
menanggung sesuatu jika besok siang proklamasi belum juga diumumkan. Kami
pemuda-pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan yang saudara kehendaki
itu!”
Golongan muda yang diwakili oleh Chairul Saleh, Wikana, Sukarni,
Hanafi, dll, bertekad untuk dipercepatnya pembacaan Proklamasi oleh Bung Karno.
Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara
golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda,
sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan
dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja,
mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan
tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat
merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu
revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan
Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia ( PPKI ).
Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari
ketentuan pemerintah Jepang.
Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap,
bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda
menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri.
Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan
pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan
tua yang mendorong mereka melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta
.
Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta,
tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda
dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan
Lasmidjah Hardi ( 1984:58 ); Ahmad Soebardjo ( 1978:85-87 ) sebagai berikut:
Chaerul Saleh :”Sekarang Bung, sekarang! malam ini juga kita kobarkan revolusi
!” (dengan meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap
mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang).
Sukarni : ”Kita harus segera merebut kekuasaan
!” (tukas Sukarni berapi-api).
”Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !”(seru mereka bersahutan).
(Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan pernyataan)
Wikana ; ”Jika Bung Karno tidak mengeluarkan
pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan
darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari .”
(Mendengar kata-kata ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan
berdiri menuju Wikana sambil berkata):
” Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah
leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !”.
(Hatta kemudian memperingatkan Wikana); “… Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi
Belanda yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika
saudara tidak setuju dengan apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa
saudara telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa
saudara tidak memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta
Soekarno untuk melakukan hal itu ?”
Namun, para pemuda terus mendesak; ”
apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita sebagai
hadiah, walaupun Jepang sendiri telah menyerah dan telah takluk dalam ‘Perang
Sucinya ‘!”. ” Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang memproklamasikan
kemerdekaannya ? Mengapa bukan kita yang menyatakan kemerdekaan kita sendiri,
sebagai suatu bangsa ?”.
Dengan lirih, setelah amarahnya reda, Soekarno berkata; “… kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan
kekuatan bersenjata dan kesiapan total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau
perlihatkan kepada saya ? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ? Apa
tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak ?
Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan ? Kita tidak
akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita
akan tegak di atas kekuatan sendiri “. Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.
Para pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera
memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun, tetap pada
pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno
menjawab bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan
para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk berunding.
Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa
Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama kemudian, Hatta
menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat diterima dengan
alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan
harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda nampak tidak puas. Mereka
mengambil kesimpulan yang menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan
maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.
Sementara itu Mr. Ahmad Soebardjo, seorang tokoh golongan tua
merasa prihatin atas kondisi bangsanya dan terpanggil untuk mengusahakan agar
proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan secepat mungkin. Untuk tercapainya
maksud tersebut Soekarno-Hatta harus segera dibawa ke Jakarta. Akhirnya Ahmad
Soebardjo, Sudiro dan Yusuf Kunto segera menuju Rengasdengklok. Rombongan
tersebut tiba di Rengasdengklok pukul 17.30 WIB. Peranan Ahmad Soebardjo sangat
penting dalam peristiwa kembalinya Soekarno-Hatta ke Jakarta, sebab mampu
meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan keesokan
harinya paling lambat pukul 12.00 WIB, nyawanya sebagai jaminan. Akhirnya
Subeno sebagai komandan kompi Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno-Hatta
ke Jakarta.
Perbedaan pendapat tersebut sebagai berikut:
A.
Golongan Muda
1.
Menghendaki
Proklamasi Kemerdakaan Indonesia diselenggarakan secepatnya tanggal 16 Agustus
1945
2.
Menghendaki
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia terlepas dari pengaruh Jepang
3.
Menganggap
PPKI buatan Jepang
4.
Menganggap
golongan tua sangat lamban
B. Golongan Tua
1. Menghendaki
cepat atau lambat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak penting, tetapi pada
dasarnaya Proklamasi harus disiapkan secara matang
2.
Menghendaki
Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah
3.
Menghendaki
proses Proklamasi Kemerdekaan melalui rapat PPKI
4.
Golongan
tua lebih bersikap hati – hati
Dikutip :
http://aminhidayatcenter.blogspot.com/2013/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Analisi Artikel :
Perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda merupakan
perbedaan yang didasarkan atas waktu dan jalur yang ditempuh dalam
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Golongan tua yang seolah-olah dianggap
lamban dan terlalu mengikuti instruksi dari Jepang menimbulkan banyak sekali
pemikiran menyimpang dari golongan muda, mereka menganggap bahwa Jepang tidak
akan memberikan kemerdekaannya begitu saja akan tetapi mereka sedang menunggu
sekutu untuk menggantikan perannya memegang kekuasaan di Indonesia. Para pemuda
yang dengan semangatnya menggembor-gemborkan proklamasi hanya bisa mendesak
Ir.Soekarno tanpa melakukan atau memproklamasikannya sendiri, mereka hanya bisa
terus mendesak golongan tua agar proklamasi diumumkan secepatnya.